Jumat, 21 September 2018

Pidato Kepresidenan Soekarno

 
 Hasil gambar untuk manipol usdek dan nasakom
 
Pengertian rinci tentang Demokrasi Terpimpin dapat ditemukan dalam pidato kenegaraan Sukarno dalam rangka HUT Kemerdekaan RI tahun 1957 dan 1958, yang pokok–pokoknya sebagai berikut (Soepomo Djojowadono, dalam Mahfud MD,2000:550):
a) Ada rasa tidak puas terhadap hasil–hasil yang dicapai sejak tahun 1945 karena belum mendekati cita–cita dan tujuan proklamsi seperti masalah kemakmuran dan pemerataan keadilan yang tidak terbina, belum utuhnya wilayah RI karena masih ada wilayah yang dijajah Belanda,instabilitas nasional yang ditandai oleh jatuh–bangunnya kabinet serta pemberontakan di daerah–daerah.
b) Kegagalan tersebut disebabkan menipisnya nasionalisme, pemilihan demokrasi liberal yang tanpa pemimpin dan tanpa disiplin, suatu demokrasi yang tidak cocok dengan kepribadian Indonesia, serta sistem multi–partai yang didasarkan pada Maklumat Pemerintah 3 November 1945 yang ternyata partai–partai tersebut digunakan sebagai alat perebutan kekuasaan dan bukan sebagai alat pengabdi rakyat.
c) Suatu koreksi untuk segera kembali pada cita–cita dan tujuan semula harus dilaskukan dengan cara meninjau kembali sistem politik. Harus diciptakan suatu demokrasi yang menuntun untuk mengabdi kepada negara dan bangsa, yang beranggotakan orang–orang jujur.
d) Cara yang harus ditempuh untuk melaksanakan koreksi tersebut adalah:
- Mengganti sistem free fight liberalisme dengan Demokrasi Terpimpin yang lebih sesuai dengan kepribadian bangsa.
-Dewan Perancang Nasional akan membuat blue-print masyarakat adil dan makmur.
-Hendaknya Konstituante tidak menjadi tempat berdebat yang berlarut-larut dan segera menyelesaikan pekerjaannya agar blue print yang dibuat Depernas dapat didasarkan pada konstitusi baru yang dibuat Konstituante
-Hendaknya Konstituante meninjau dan memutuslkan masalah Demokrasi Terpimpin dan masalah kepartaian.
-Perlunya penyerdehanaan sistem kepartaian dengan mencabut Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang telah memberi sistem multi–partai dan menggantikannya dengan undang–undang kepartaian serta undang–undang pemilu.
Selain itu, Sukarno juga mendefinisikan Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.  Meskipun definisi dari Demokrasi Terpimpin pada hakekatnya sebagai kebijakan alternatif dalam menghadapi perpecahan bangsa namun pada prakteknya menyimpang dari apa yang telah didefinisikan. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang diperkuat dengan TAP MPRS No. VII/1965 menjelmakan Presiden Sukarno sebagai penguasa yang mengarah pada kediktatoran.
Dalam rangka mengurangi peran kontrol partai politik yang menolak Demokrasi Terpimpin, Presiden Sukarno mengeluarkan Peraturan Presiden No. 7 tahun 1959 yang berisi ketentuan  kewajiban partai–partai politik mencantumkan AD/ART(anggaran dasar/anggaran rumah tangga), dengan asas dan tujuan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta membubarkan partai–partai politik yang terlibat dalam pemberontakan–pemberontakan. Aturan tersebut mengakibatkan Partai Masyumi dan Partai Sosialis dibubarkan karena dianggap mendukung pemberontakan PRRI/Permesta.
Konsepsi Demokrasi Terpimpin antara lain pembentukan lembaga negara baru yang ektra–konstitusional yaitu Dewan Nasional yang diketuai Sukarno sendiri dan bertugas memberi nasekat pada kabinet. Untuk pelaksanaannya dibentuk kabinet baru yang melibatkan semua partai politik termasuk PKI. Pada bulan Juli 1959, Sukarno mengumumkan kabinetnya yang bernama Kabinet Kerja yang terdiri dari sembilan menteri disebut Menteri–Menteri Kabinet Inti dan 24 menteri yang disebut Menteri Muda. Dalam Kabinet Kerja tersebut, Djuanda diangkat sebagai menteri utama atau pertama dan semua menteri diharuskan melepaskan ikatan kepartaian dalam membentuk pemerintahan non–partai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dampak Demokrasi Terpimpin

    Selama masa yang cukup panjang ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia pernah mencapai 7 persen. Inflasi yang di akhir Demokrasi T...