Jumat, 21 September 2018

Dampak Demokrasi Terpimpin

 Hasil gambar untuk manipol usdek dan nasakom


 
Selama masa yang cukup panjang ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia pernah mencapai 7 persen. Inflasi yang di akhir Demokrasi Terpimpin mencapai 650 persen, secara berangsur ditekan, berkat bantuan luar negeri.

Dalam era ini dengan kondisi infrastruktur dan potensi keuangan yang amat sangat minim Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang rendah, rata-rata 3,70 persen setahun. Dengan angka pertumbuhan serendah itu selama 10 tahun sudah pasti tak banyak perubahan kehidupan masyarakat. Bagi orang tua hari ini yang sudah remaja dan dewasa pada periode tersebut dapat menuturkannya secara kualitatif. Misalnya, kondisi jalan dan jembatan tidak mengalami kemajuan. Irgirasi tidak bertambah sehingga petani hanya mengandalkan pengairan tradisional. Dalam hal politik, di 1955 Indonesia berhasil menyelenggarakan Pemilu pertama yang tercatat sebagai Pemilu sukses.
Selama masa Demokrasi Terpimpin, taraf hidup bangsa Indonesia secara rata-rata mengalami kemerosotan sekitar 0,45 persen per tahun. Secara kuantitatif dapat dibuat satu simulasi angka. Pada 1960 pendapatan per kapita Indonesia adalah US$ 107. Enam tahun kemudian pendapatan tersebut bukan meningkat melainkan merosot menjadi US$ 71. Dalam kehidupan nyata penurunan pendapatan per kapita dimaksud dapat disaksikan kondisi rakyat pada tahun 1965/1966. Kelaparan meluas di mana-mana. Masyarakat antri panjang untuk mendapatkan garam dan minyak tanah. Tidak ada Puskesmas. Penduduk desa yang sakit berobat kepada dukun dan meminta berkat ke pohon-pohom besar yang dianggap keramat.[5]
Kondisi jalan dari desa ke desa dan ke ibukota kecataman masih jalan tikus. Jembatan terbuat dari kayu dan jalan ke ibu kota kabupaten masih jalan tanah. Tidak ada kenderaan bermotor. Di banyak perdesaan penduduk menggunakan kuda sebagai alat transportasi. Daerah-daerah yang sudah relatif maju ada yang menggunakan sepeda dan sampan mengangkut hasil produksi ke pekan atau kota dan kebutuhan masyarakat dari kota ke desa. Rumah-rumah penduduk di kota kebanyakan menggunakan petromak dan lampu semprong. Di pedesaan kebanyakan masih menggunakan penerangan teplok tanpa semprong. Karena cuaca masih dingin rumah orang kaya desa yang terbuat dari papan biasanya tidak mempunyai ventilasi sehingga waktu bangun lubang hidung hitam. Bahkan ada yang menggunakan obor damar. Kalau ada sinetron yang melukiskan kehidupan ekonomi tahun 1960-an itu, mungkin bisa membuat bangsa Indonesia lebih bersyukur atas kondisi ekonomi yang ada sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dampak Demokrasi Terpimpin

    Selama masa yang cukup panjang ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia pernah mencapai 7 persen. Inflasi yang di akhir Demokrasi T...