Dalam
rangka pelaksanaan Demokrasi Terpimpin ,Sukarno juga membentuk DPA (Dewan
Perwakilan Rakyat) serta Dewan Perancang Nasional yang dipimpin Muhammad Yamin,
serta MPRS yang diketuai Chaerul Saleh. Namun Presiden membekukan DPR hasil
pemilu 1955 disebabkan parlemen menolak Anggaran Belanja Negara yang diajukan
Presiden dan menggantikannya dengan DPR GR(DPR Gotong-Royong). Kemudian Sukarno
juga menetapkan MPRS, dimana tokoh PKI D.N Aidit menjadi salah seorang Wakil
Ketua. Tokoh-tokoh Masyumi ,PSI dan Muhammad Hatta menentang kebijakan Sukarno
tersebut dengan membentuk Liga Demokrasi.
MPRS yang
terbentuk tanggal 22 Juli 1959, dalam Sidang Umum I MPRS tahun 1960 menetapkan
pidato kenegaraan Sukarno tanggal 17 Agustus 1959 tersebut menjadi
“Manifesto Politik Indonesia” dan menetapkannya sebagai GBHN. Selanjutnya
dalam Sidang Umumnya tahun 1963 menetapkan “mengangkat Ir. Sukarno
sebagai presiden seumur hidup”.
Dalam membentuk
ideologi bagi Demokrasi Terpimpin, Sukarno memperkenalkannya dalam pidato
kenegaraan tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi
Kita” yang dianggap sebagai Manifesto Politik yang disingkat Manipol. Isi
Manipol disimpulkan menjadi lima prinsip yaitu UUD 1945, Sosialisme
Indonesia,Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia yang
disingkat USDEK. Manipol-USDEK dikaitkan dengan dasar negara Pancasila sehingga
menjadi rangkaian pola ideologi Demokrasi Terpimpin.
Sukarno
menghendaki persatuan ideologi antara Nasionalisme, Islam dan Marxis dengan
doktrin Nasakom (nasionalis, agama dan komunis). Doktrin ini mengandung arti
bahwa PNI (nasionalis), Partai NU (Agama) dan PKI (komunis) akan berperan
secara bersama dalam pemerintahan disegala tingkatan sehingga menghasilkan
sistem kekuatan koalisi politik. Namun pihak militer tidak setuju terhadap
peran PKI di pemerintahan (Ricklefs,1991:406).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar